SEJARAH PENANGGALAN MASEHI

Sejarah Tahun Masehi dan Bumi yang tak Bertanggal Kelender Masehi
Penanggalan dan perhitungan hari tahun Masehi, lahir dari rahim astrologi yakni ilmu tentang pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan dan rasi bintang. Astrologi berasal dari Mesapotamia, daratan di antara sungai Tigris dan Eufrat, daerah asal orang Babel kuno (kini Irak Tenggara). Ilmu ini berkembang sejak jaman pemerintahan Babel kuno, sekira tahun 2000 SM.
Semula di Mesir sekira 1000 SM, para ahli perbintangan mempelajari benda-benda langit hanya untuk ramalan umum mengenai masa depan. Pengetahuan astrologi ini diambil alih suku bangsa Babel.
Astrologi Babel kemudian mengembangkan suatu sistem yg menghubungkan perubahan musim dgn kelompok-kelompok bintang tertentu yang disebut rasi atau konstelasi. Antara tahun 600 SM dan 200 SM, mereka mengembangkan suatu sistem untuk menghitung penanggalan hari dan menggambar horoskop perorangan.
Sejarah penanggalan Masehi memiliki akar dan ikatan yang kuat dengan tradisi astrologi Mesir kuno, Mesopotamia, Babel, Yunani Antik, dan Romawi Tua serta dalam perjalanannya mendapat intervensi Gereja.
Penanggalan Masehi adalah tarikh yang dipakai secara internasinal, dan oleh kalangan gereja dinamakan Anno Domini (AD) terhitung seja kelahiran nabi Isa. as (Yesus). Semula biarawan Katolik, Dionisius Exoguus pd thn 527 M ditugaskan pimpinan Gereja untuk membuat perhitungan tahun dengan titik tolak tahun kelahiran Nabi Isa as (Yesus).

Masa sebelum kelahiran Nabi Isa as (yesus) dinamakan masa Sebelum Masehi (SM). Semua peristiwa dunia sebelumnya dihitung mundur alias minus. Dengan sebuah gagasan teologis Nabi Isa as (Yesus) sebagai penggenapan dan pusat sejarah dunia. Tahun kelahiran Nabi Isa. as (Yesus) dihitung tahun pertama atau awal perjanjian baru. Penghitungan hari yang berdasarkan sistem matahari ini sebelum menjadi sempurna seperti yang kita kenal sekarang mengalami sejarah cukup panjang, sejak zaman Romawi, jauh sebelum pemerintahan Julis Caesar.

Maklumat Julis Caesar

Semula penghitungan hari Orang Romawi ini terbagi dalam 10 bulan saja (kecuali Januari dan Februari). Persis dengan pemberian nama hari, pemberian nama bulan pada tarikh yang kemudian menjadi penghitungan hari Masehi ini ada kaitannya dengan dewa bangsa Romawi. Misalnya, bulan Martius mengambil nama Dewa Mars, bulan Maius mengambil nama Dewa Maia dan bulan Junius mengambil nama Dewa Juno.

Nama-nama Quintrilis, Sextrilis, September, October, November & December adalah nama yang diberikan berdasarkan angka urutan susunan bulan. Quntrilis berarti bulan kelima, Sextilis bulan keenam, September bulan ketujuh, October bulan kedelapan dan December bulan kesepuluh.

Nama bulan Aprilis diambil dari kata Aperiri, sebutan untuk cuaca yang nyaman di dalam musim semi. Berdasarkan nama-nama tersebut di atas, tampak¸bahwa di zaman dahulu permualaan penanggalan Masehi jatuh pada bulan Maret.

Ini erat kaitannya dengan musim dan pengaruhnya kepada tata kehidupan masyarakat di Erofa. Bulan Maret (tepatnya 21 Maret) adalah permulaan musim semi. Awal musim semi disambut dengan perayaan sukacita karena dipandang sebagai mulainya kehidupan baru. Setelah selama 3 bulan mengalami musim dingin yang membosankan. Kedatangan musim semi ini dirayakan sebagai perayaan tahun baru setiap tahun.
penanggalan yang terdiri atas 10 bulan kemudian berkembang menjadi 12 bulan. Berarti ada tambahan 2 bulan, yaitu Januarius dan Februarius. Januarius adalah nama dewa Janus. Dewa ini berwajah dua, menghadap ke muka dan ke belakang, hingga dapat memandang masa lalu dan masa depan. Karenanya Januarius ditetapkan sebagai bulan pertama.

Februarius diambil dari upacara Februa, yaitu upacara semacam bersih kampung atau ruwatan untuk menyambut kedatangan musim semi. Dengan ini Februarius menjadi bulan yang kedua, sebelum musim semi datang pada bulan Maret.

Maka bulan-bulan yang terdahulu letaknya di dalam penanggalan baru menjadi tergeser dua bulan, dan susunannya menjadi : Januarius, Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Junius, Quintrilis, Sextilis, September, October, November dan December.

Nama-nama Quintrilis sampai December menjadi tanpa arti, karena posisi dalam urutan kedudukannya yang baru di dalam tarikh, tidak lagi sesuai dengan arti sebenarnya. Sistem yang dipakai waktu itu belum merupakan sistem matahari murni, masih banyak kesalahan atau ketidak-cocokan yang kian jauh melesetnya.

Pada saat Julius Caesar berkuasa, kemelesetan mencapai 3 bulan dari patokan seharusnya. Dalam kunjungan ke Mesir tahun 47 SM, Julius Caesar sempat menerima anjuran dari para ahli perbintangan Mesir untuk memperpanjang tahun 46 SM menjadi 445 hari dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari antara bulan November dan December.

Rupanya ini merupakan tahun pertama dalam sejarah, namun adanya kekacauan selama 90 hari itu, perjalanan tahun kembali cocok dengan musim. Sekembali ke Roma Julis Caesar mengeluarkan maklumat penting dan berpengaruh luas hinga kini yakni penggunaan sistem matahari dalam sistem penanggalan seperti yang dipelajarinya dari Mesir.

Keputusan Julius Caesar

Pertama, setahun berumur 365 hari. Karena bumi mengelilingi matahari selama 365,25 hari. Sebenarnya terdapat kelebihan 0,25×24jam = 6 jam setiap tahun.
Kedua setiap 4 tahun sekali, umur tahun tidak 365 hari, tapi 366 hari, disebut tahun kabisat. Tahun kabisat ini sebagai penampungan kelebihan 6 jam setiap tahun yang dalam 4 tahun menjadi 4×6=24 jam atau 1 hari.

Penampungan sehari tiap tahun kabisat ini dimasukkan dalam bulan Februari, yang pada tahun biasa berumur 29 hari, pd thn kabisat menjadi 30 hari.

Untuk menghargai jasa Julius Caesar dalam melakukan penyempurnaan penanggalan itu, maka penanggalan tersebut disebut penanggalan Julian. Dengan menganti nama bulan ke-5 yang semula Quintilis menjadi Julio, yang kita kenal sebagai bulan Juli.

Demi mengabdikan namanya, Kisar Augustus, yang memerintah setelah Julius Caesar, merubah nama keenam Sextilis menjadi Augustus. Perubahan itu diikuti dengan menambah umur bulan Augustus menjadi 31 hari, karena seblumnya bulan Sextilis umurnya 30 hari saja, penambahan satu hari itu diambilkan dari bulan Februari, karena itulah bulan Februari umurnya hanya 29 hr atau 28 hari pd tahun kabisat.

Waktu berjalan terus dan penangga Julian yang sudah tampak sempurna itu, lama-lama memperlihatkan kemelesetan juga. Apabila pada zaman Julis Caesar jatuhnya musim semi mundur hampir 3 bulan, kini musim semi justru dirasakan maju beberapa hari dari patokan.
Akhirnya kemelesetan itu dapat diketahui sebabnya. Kala revolusi bumi yang semula dianggap 365.25 hari, ternyata tepatnya 365 hari, 5 jam, 56 menit kurang beberapa detik. Jadi ada kelebihan menghitung 4 menit setiap tahun yang makin lama makin banyak jumlanya.
Meluruskan kemelesetan itu, Paus Gregious XIII pimpinan Gereja Katolik di Roma pada tahun 1582 mengoreksi dan mengeluarkan sebuah keputusan bulat :

Pertama, Angka tahun pada abad pergantian, yakni angka tahun yang diakhiri 2 nol, yang tidak habis dibagi 400, misal 1700, 1800 dsb, bukan lagi sebagai tahun kabisa (catatan: jadi tahun 2000 yang habis dibagi 400 adalah tahun kabisat)

Kedua untuk mengatasi keadaan darurat pada tahun 1582 itu diadakan pengurangan sebanyak 10 hari jatuh pada bulan October, pada bulan Oktober 1582 itu, setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14 Oktober pada tahun 1582 itu.

Ketiga sebagai pembaharu terakhir Paus Regious XIII menetapkan 1 Januari sebagai tahun baru lagi. Berarti pada perhitungan rahib Katolik, Dionisius Exoguus tergusur. Tahun baru bukan lagi 25 Maret seiring dengan pengertian Nabi Isa. as (Yesus) lahir pada tanggal 25, dan permulaan musim semi pada bulan Maret.

Dengan keputusan tersebut di atas, khususnya yang menyangkut tahun kabisat, koreksi hanya akan terjadi setiap 3323 tahun, karena dalam jangka tahun 3323 tahun itu kekurangan beberapa detik tiap tahun akan terkumpul menjadi satu hari bila tidak ada koreksi tiap 3323 tahun. Jatuhnya musim semi maju satu hari dari patokan, dalam perkembangannya, tarikh Masehi dapat diterima oleh seluruh dunia untuk perhitungan dan pendokumentasian secara internasional.

Ternyata, penanggalan tahun Masehi yang dipakai secara internasional sekarang ini bukan perhitungan tahun Masehi secara murni. Tapi perhitungan berdasarkan Astrologi Mesopotamia yang dikembangkan oleh astronum-astronum para penyembah dewa-dewa. Maka nama-nama bulan pun memakai nama dewa dan tokoh-tokoh pencetus penanggalan kalender Masehi.
Penanggalan Masehi yang sekarang ditetapkan oleh Paus Katolik dan menjadi tradisi umat Kristen se-Dunia. Betapa sekian lama penduduk bumi tertipu. Ternyata sejarah dunia memang tak bertanggal.

Tinggalkan komentar